Senin, 16 Agustus 2010

Strategi Bisnis PepsiCo

PEPSICO
            Dalam strategi bisnis kali ini saya akan mencoba membahas tentang PepsiCo yang dulu merupakan salah satu tugas dalam salah satu mata kuliah saya.
PepsiCo termasuk salah satu raksasa multinasional yang berkiprah di bidang Food & Beverage dengan pendapatan lebih dari $39 milyar dan memiliki lebih dari 185.000 pegawai. Lahir dari mergernya dua perusahaan besar, Pepsi Cola Company (1898) dan Frito Lay, Inc (1932), pada tahun 1965, PepsiCo berkembang dengan melancarkan beberapa strategi utama, yaitu : Diversifikasi produk, Inovasi produk yang baik bagi kesehatan dan rendah kalori, Akuisisi strategis, Ekspansi internasional dan “The Power of One”.
Dengan visi “Meningkatkan secara berkelanjutan semua aspek di dunia dimana PepsiCo beroperasi, baik lingkungan, sosial dan ekonomi, menciptakan hari depan yang lebih baik daripada hari ini”, PepsiCo saat ini aktif dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup dan sumber daya manusia, ini tercermin dalam slogan yang dikampanyekan oleh PepsiCo yaitu “Performance with purpose, Human, Environment, and Talent”.[1]
Misi dari PepsiCo, yaitu “to make PepsiCo the world’s premier consumer products company, focused on convenient foods and beverages” didukung dengan nilai-nilai perusahaan antara lain :

  1. Sustained Growth
  2. Empowered People
  3. Responsibility and Trust
 
Dalam industri “Food & Beverage”, PepsiCo merupakan pemain utama yang selalu masuk dalam urutan 5 besar. Pangsa pasar dari industri ini sangatlah luas, karena PepsiCo dan para pesaingnya seperti Coca-Cola sudah bermain di skala internasional. Market Capital keseluruhan PepsiCo saat ini telah mencapai $83.10 milyar, merupakan yang terbesar di dunia.
Sumber : Yahoo Finance
 
Sedangkan jika untuk Soft Drink saja, PepsiCo hanya menduduki urutan kelima dibawah Coca-Cola, dengan market capital $3.8 milyar melalui anak perusahaan Pepsi Bottling.[2]
Dari segi pertumbuhan, untuk Soft Drink, Pepsi Bottling (8,35%) dan PepsiAmerica (10,83%) bertumbuh melebihi Coca-Cola Enterprise (1,56%) dan Coca-Cola Co (8,59%).[2] Untuk pertumbuhan penjualan tahun 2005-2006 Pepsi Bottling mengalami kenaikan yang cukup besar (7%) dibandingkan dengan rivalnya, Coca-Cola, dimana Coca-Cola Enterprise malah mencatat kerugian yang cukup besar dalam hal profit (-322%).[3]
Sumber : [3]



  Rival yang cukup signifikan bagi PepsiCo sangatlah sedikit, terhitung hanya grup bisnis Coca-Cola yang mampu menandingi kekuatan PepsiCo. Industri makanan dan minuman ringan merupakan bidang yang penuh persaingan dimana profit margin yang dihasilkan sangat rendah, biaya energi yang tinggi dan perubahan cita rasa konsumen.
  • Sudut Pandang Porters Competitive Forces
Persaingan diantara penjual.
            Persaingan yang terjadi di bidang industri yang digeluti oleh PepsiCo memang sangat keras. Hal ini terjadi karena kemampuan dan kapabilitas antara para petarung hampir sama, product lifecycle yang semakin cepat, pertumbuhan market yang pelan, pertarungan panjang dengan Coca-Cola (Cola War), rendahnya switching cost bagi konsumen untuk berpindah produk, persaingan harga untuk memacu volume penjualan. Differensiasi produk kurang mampu diandalkan karena kompetitor mampu dengan cepat meniru sisi keunggulan dan meluncurkan produk yang setara. Meski di bidang industri “Processed and packaged goods” PepsiCo memimpin, namun di bidang industri “Beverages & Soft Drink” Coca-Cola memimpin jauh di depan dengan Market Capital $106.31 milyar. Pelannya pertumbuhan pasar di Amerika Serikat, memaksa PepsiCo untuk berekspansi ke pasar luar negeri. Pasar luar negeri PepsiCo bertumbuh 22%, dan menyumbang 40% dari total pendapatan di tahun 2007 ($39 milyar).[6]

Sumber : Yahoo Finance
 

Ancaman pendatang baru.
Pendatang baru bukanlah merupakan ancaman bagi PepsiCo, karena di bidang industri ini para pemainnya sudah cukup kuat mengakar. Lagipula dengan kekuatan finansial dan strategi akuisisi yang dilakukan, PepsiCo mampu dengan mudah membeli perusahaan yang dinilainya potensial. Untuk mampu menandingi PepsiCo diperlukan modal yang cukup besar, jaringan pemasaran dan distribusi yang kuat dan luas dan kekuatan merk yang mampu menimbulkan kesetiaan konsumen.
Sumber : Yahoo Finance
Produk pengganti dari produsen lain.
Di bidang industri yang digeluti PepsiCo, produk pengganti dari kompetitor yang setara dengan harga kompetitif sangatlah mudah ditemui, selain itu switching cost yang diperlukan oleh konsumen untuk berpindah produk sangatlah kecil. Oleh karena itu PepsiCo sangat gencar dalam melakukan inovasi produk baru, cita rasa dan peningkatan mutu serta tingkat kesehatan produk lama.

Posisi tawar suplier.
PepsiCo melakukan diversifikasi suplier [1] yang tentu saja memperlemah posisi para suplier. Juga dengan strategi akuisisi strategisnya PepsiCo juga mengakuisisi beberapa perusahaan suplier lokal yang strategis dalam mendukung bisnisnya.[4] Selain itu PepsiCo juga membuat code of conduct untuk suplier yang membuat para suplier nyaman dalam berhubungan bisnis secara profesional dengan PepsiCo.

Posisi tawar pembeli.
Pembeli memiliki posisi tawar yang cukup tinggi, akibat harga produk yang murah dan banyaknya produk alternatif yang ada di pasaran. Untuk meningkatkan posisi tawar terhadap konsumen, PepsiCo melakukan inovasi produk baru yang mengarah kearah produk yang lebih sehat bagi konsumen. (produk-produk Better-For-You dan Good-For-You) Kesadaran konsumen akan makanan sehat menurunkan penjualan minuman bersoda, namun meningkatkan volume penjualan untuk produk-produk minuman lainnya yang bertema kesehatan, low fat dan diet. Berikut adalah Non-carbonated Beverage Brands yang dikembangkan oleh PepsiCo dengan target konsumen yang sadar akan kesehatan.
  1. Bottled Water (Propel Fitness Water, SoBe Life Water, Aquafina) – Developed around customer type and lifestyle.
  2. Ready to Drink (Tea, Coffe, Starbucks) – Developing new flavors
  3. Nutrient Rich (Gatorade)
  4. Orange juice / Juices (Tropicana)
Hal lain yang dilakukan adalah memperbaiki cara pengemasan produk sehingga menjadi lebih menarik.

Faktor Penggerak Perubahan Industri

Tiga kunci trend industri makanan dan minuman saat ini yang membentuk industri ini [4] antara lain :
  1. Tumbuhnya kesadaran konsumen akan kandungan gizi dari makanan ringan / snack.
  2. Indulgent Snacking.
  3. Convenience.

Faktor kebijakan regional suatu negara juga menjadi faktor penting, regulasi yang mengatur tentang kesehatan makanan dan minuman saat ini semakin ketat dan detil. Peraturan 165.110 dari departemen kesehatan Amerika, misalnya, mengatur secara rinci tentang definisi air yang diperbolehkan dipakai bagi produk air kemasan, juga kadar kandungan zat-zat kimia yang diijinkan.[7][8] Perlu diketahui pula bahwa US Federal Trade Commissions pernah melarang distribusi soft drink buatan Pepsi dan Gatorade secara bersamaan. Larangan tersebut berlaku selama 10 tahun. Alasan pelarangan terkait dengan meningkatnya nilai tawar Pepsi jika produknya  dipasarkan bersama Gatorade, dimana Pepsi bisa memanfaatkan hal tersebut untuk menyingkirkan produsen kecil.
Ketika bergerak di ruang lingkup internasional, PepsiCo harus menghadapi masalah perbedaan cita rasa dari penduduk negara yang berbeda-beda. Diversifikasi dalam hal rasa menjadi andalan dalam persaingan di suatu kawasan regional. Riset menunjukkan bahwa untuk cita rasa asin pada snack relatif sama di sebagian besar kawasan.
Krisis global 2008 juga memaksa PepsiCo untuk mengerahkan segala daya untuk menghadapi inflasi yang terkait dengan meningkatnya biaya produksi gandum dan energi. PepsiCo mengambil langkah-langkah berikut dalam menghadapi krisis global : product formulations, ingredient sourcing, trade efficiencies, manufacturing, go-to-market and administrative expenses.

Competitive Assets

Beberapa “Competitive Assets” yang dimiliki oleh PepsiCo dalam menghadapi persaingan di industri “Food & Beverage” :
  1. Superior Brand
  2. Organisasi yang solid dengan multi skill, bakat, ras dan gender.
  3. Aset-aset fisik berupa pabrik dan jaringan pemasaran yang kuat di seluruh dunia.
  4. Resep-resep khas yang dipatenkan.
  5. Kemampuan finansial dalam melakukan akuisisi.
  6. Aliansi-aliansi strategis dengan sesama pemain (Unilever & Starbucks) dan distributor (“The Power of One”).
  7. Kepedulian dan peran serta aktif dalam kegiatan-kegiatan perbaikan lingkungan hidup.
  8. Nilai-nilai perusahaan yang dikomunikasikan dengan baik dan gencar.
Competitive Assets ini merupakan ujung tombak yang dipakai PepsiCo dalam menghadapi persaingan yang keras dalam industri Food & Beverage.

Value Chain

Keterkaitan Value Chain antara merk dan produk PepsiCo :
  1. Informasi riset pasar yang dibagi oleh perusahaan ke semua divisi, memungkinkan divisi-divisi membangun produk baru yang sesuai dengan permintaan konsumen.
  2. Melakukan konsolidasi dalam pembelian atau pengadaan untuk menekan biaya.
  3. Memproduksi produk-produk sejenis di fasilitas yang sama jika memungkinkan, untuk efisiensi produksi.
  4. Melakukan konsolidasi fungsi-fungsi penjualan dan pemasaran dari produk-produk yang mirip untuk menghilangkan usaha berlebihan dan menyajikan satu wajah kepada customer.
Hasil dari perbaikan value chain ini adalah penghematan biaya sebesar $ 160 Million (2005).

Key Success Factor

Key Success Factor yang diusung oleh PepsiCo antara lain :
  1. Low Cost Manufacturing (Mass Production) – Untuk menjaga harga tetap rendah.
  2. Product Innovations – Agar konsumen tidak jenuh dengan produk lama.
  3. Product Upgrade – Agar konsumen merasakan adanya perbaikan mutu dan peningkatan standar kesehatan dari produk.
  4. Strategic Acquisition – Mengakuisisi perusahaan-perusahaan yang cukup menguntungkan untuk memperluar pasar di kawasan regional lain.
  5. Strategic Alliances – Mengadakan aliansi strategis, baik dengan suplier, kompetitor maupun distributor untuk meningkatkan volume penjualan.

Referensi

  1. PepsiCo web site – http://www.pepsico.com
  2. Yahoo Finance – http://finance.yahoo.com
  3. David, Fred R., Strategic Management 12th edition, Pearson International, New Jersey, 2009.
  4. Thompson, Crafting and Executing Strategy 16th edition, Mc Graw Hill International, Boston, 2008.
  5. Plunkett Research - http://www.plunkettresearch.com
  6. Fortune, 19 Februari 2008, “The Pepsi Challenge”.
  7. Mass.gov, Health Regulations in Food and Beverage (US) – http://www.mass.gov
  8. Bottled Water Regulation (US) - http://www.access.gpo.gov/nara/cfr/waisidx_02/21cfr165_02.html




Minggu, 15 Agustus 2010

Technology Infrastructure Library (ITIL)

Apa sih ITIL itu? mungkin sebagian orang berprasangka negative tentang ITIL itu sendiri, ITIL yang dimaksud disini adalah Technology Infrastructure Library yang merupakan sebuah kerangka kerja atau konsep yang menggambarkan praktek terbaik dalam manajemen layanan teknologi informasi (TI)  dan berfokus pada pengembangan dan pengukuran yang terus menerus terhadap kualitas dari layanan IT yang diberikan baik terhadap bisnis atau pelanggan. Fokus dari ITIL sendiri ialah memberikan kontribusi dan keuntungan dalam menjalankan teknik-teknik dan proses-proses pada organisasi.
Menurut Addy (2007, pXXXVIII), Information Technology Infrastructure Library (ITIL) merupakan kumpulan dari petunjuk-petunjuk yang dikembangkan United Kingdom’s Office of Government Commerce (OGC). Petunjuk-petunjuk ini, yang menggambarkan proses-proses yang terintegrasi, yang menyediakan pendekatan praktek terbaik untuk mengelola layanan IT.
  • Sejarah ITIL
Menurut Addy (2007, pXXXVIII), Information Technology Infrastructure Library (ITIL) pertama kali muncul pada akhir tahun 80an. Central Computer and Telecommunication Agency (CCTA) yang merupakan bagian dari departemen pemerintahan Inggris, dengan biaya IT sebesar 9 miliar pound, mendapatkan tekanan besar untuk dapat mengurangi biaya tersebut secara signifikan. CCTA memutuskan efisiensi besar merupakan salah satu cara potensial untuk mengurangi biaya tersebut. Akhirnya mereka menciptakan sebuah linkungan yang berfokus pada proses dan efisiensi untuk pengembangan sebuah kerangka kerja yang saat ini dikenal sebagai Technology Infrastructure Library (ITIL).
Pada tahun 90an banyak perusahaan besar dan agen pemerintahan di Eropa mulai mengadopsi kerangka kerja ITIL ini sebagai dasar dalam operasional IT. ITIL mulai menyebar secara luas dan dengan cepat menjadi standar de facto untuk manajemen layanan IT.
Pada tahun 2001, kerangka kerja ITIL versi 2 diperkenalkan. Revisi baru ini telah diperbarui dengan definisi dan terminology yang lebih modern terutama dalam pengembangan Service Delivery dan Service Support yang significant sehingga menjadi ringkas dan dapat digunakan.
  •  Tujuan ITIL
Tujuan Information Technology Infrastructure Library (ITIL) adalah untuk menyediakan petunjuk untuk praktek terbaik dalam manajemen layanan teknologi informasi. Ini mencakup pilihan yang dapat diapdopsi dan diadaptasi oleh organisasi berdasarkan kebutuhan bisnisnya, keadaan, dan kedewasaan dari penyedia layanan. (Sumber:  Anonim1)
  •  Keuntungan ITIL
Menurut Cartlidge (2007, p8), beberapa keuntungan dari ITIL, antara lain :
-          Meningkatkan kepuasan pengguna dan pelanggan terhadap layanan IT
-          Memperbaiki ketersediaan layanan, yang berpengaruh secara langsung dalam meningkatkan keuntungan dan pendapatan bisnis.
-          Menghemat keuangan, dari pengurangan kerja, kehilangan waktu
-          Memperbaiki manajemen sumber daya dan keguanaan
-          Memperbaiki pembuatan keputusan dan mengoptimalkan resiko
-          Memperbaiki waktu terhadap pasar untuk produk baru dan layanan
  • Konsep ITIL
ITIL (Information Technology Infrastructure Library) merupakan metodologi yang memberikan panduan best practice bagi IT Service Management dalam membantu menghubungkan IT dengan kebutuhan pelayanan bisnis dan juga sebaliknya. ITIL memberikan pengaruh kepada manajemen termasuk di dalamnya manajemen orang dan proses, efektifitas teknologi, serta efisiensi dan ekonomis dalam memberikan pelayanan bisnis dengan service level yang telah disetujui bersama (antara IT dengan bisnis).
Keuntungan yang diperoleh dari ITIL adalah bisnis yang lebih kompetitif diantaranya dengan meningkatnya kepuasan dan pelayanan nasabah, meningkatnya availability dan reliability dari pelayanan IT, meningkatnya roles dan responsibilities dari organisasi IT, menghubungkan IT dengan bisnis dan bisnis dengan IT.
 

ITIL memiliki beberapa proses (OGC,2003), diantaranya :
1        The Business Perspective
Berfokus kepada pelurusan, pemahaman dan peningkatan IT yang berhubungan dengan kebutuhan  bisnis sekarang dan yang akan datang.
2        ICT Infrastructure Management
Manajemen infrastruktur ICT (Information and Communications Technology) berfokus pada kuantitas, kualitas, dan ketersediaan dari informasi yang berhubungan dengan infrastruktur. Meliputi manajemen pelayanan jaringan, manajemen operasi, manajemen dari lokal prosesor, instalasi komputer, dan manajemen sistem.
3        Planning to Implement Service Management
Merupakan permintaan proses dan fungsi yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan atau meningkatkan ketentuan pelayanan IT. Meliputi IT maturity, keuntungan dari manajemen pelayanan, peningkatan yang terus menerus yang pasti  ngerokokdihubungkan untuk mengimplementasikan proses ITIL dan fungsi Service Desk.
4        Application Management
Lifecycle dari aplikasi dan pengaruhnya terhadap implementasi, pengembangan, dukungan dan pengiriman pelayanan ICT. Manajemen aplikasi meliputi perubahan bisnis, definisi permintaan, dan implementasi dari solusi untuk menemukan kebutuhan bisnis.
5        Security Management
Merupakan bagian dari manajemen IT.
6        IT Service Management
Merupakan kumpulan dari tanggung jawab yang saling berbagi, ditambah dengan disiplin dan proses yang saling berhubungan yang memampukan perusahaan untuk menjamin, mengawasi, dan mengatur infrastruktur IT untuk memberikan kualitas dan efektifitas pelayanan agar dapat menghubungkan keperluan bisnis jangka pendek dan jangka panjang.

Penurunan Balance Scorecard (cascading)



Menurut Niven (2002, p202), cascading adalah proses membangun Balance Scorecard pada tiap level organisasi. Scorecard-scorecard ini sejajar dengan scorecard perusahaan yang paling tinggi dengan mengidentifikasi tujuan-tujuan strategis dan ukuran yang akan digunakan masing-masing departemen pada level bawah untuk mengukur kemajuan mereka dalam berkontribusi pada tujuan perusahaan. Walaupun beberapa ukuran yang digunakan akan sama, sering kali scorecard level bawah terdiri dari ukuran-ukuran yang menggambarkan peluang dan ancaman yang dihadapi pada level tersebut.
Menurut Niven (2002, p204), Balance Scorecard pada level teratas, yakni yang digunakan oleh keseluruhan perusahaan, merupakan titik mulai dari suatu usaha cascading. Tujuan-tujuan dan ukuran-ukuran yang terdapat pada scorecard tersebut diturunkan kedalam level organisasi berikutnya, yang biasanya terdiri dari unit-unit bisnis individu.
Menurut Niven (2002, p207) juga mengemukakan bahwa proses cascading berkaitan dengan memikirkan pengaruh. Dalam membangun Balance Scorecard pada level pertama ini, pertanyaan yang relevan adalah “ Apa yang dapat dilakukan pada level ini untuk membantu perusahaan mencapai tujuannya?”

IT Balance Scorecard

Pada tahun 1997, Van Grembergen dan Van Bruggen mengadopsi Balanced Scorecard (BSC) untuk digunakan pada Organisasi Departemen Teknologi Informasi. Dalam pandangan mereka karena Departemen Teknologi Informasi merupakan penyedia layanan internal maka perspektif yang digunakan harus diubah dan disesuaikan. Dengan melihat bahwa pengguna mereka adalah pegawai internal dan kontribusi mereka dinilai berdasarkan pandangan pihak manajemen maka mereka mengajukan perubahan seperti pada gambar dibawah ini. 
 
Penggunaan IT Balanced Scorecard merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk membantu penyelarasan IT dan bisnis. Tujuannya adalah membuat sebuah fasilitas bagi pelaporan manajemen, menumbuhkan konsensus diantara stakeholder kunci mengenai tujuan strategis IT, menunjukkan efektifitas dan nilai tambah dari IT dan mengkomunikasikan kinerja, resiko dan kemampuan IT (Grambergen, 2000).
Empat Parameter  IT Balance Scorecard
Menurut Grembergen (2001, p1) konsep Balance Scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton dapat diimplementasikan ke fungsi IT dan proses-prosesnya sehingga timbul konsep Information Technology Balance Scorecard. Implementasi Balance Scorecard pada fungsi TI ini menjadi tool yang semakin popular digunakan oleh perusahaan-perusahaan. IT Balance Scorecard terbagi menjadi empat faktor, yaitu:
1.      Kontribusi Perusahaan (Corporate Contribution)
2.      Orientasi Pengguna (User Orientation)
3.      Penyempurnaan Operasional (Operational Excellent)
4.      Orientasi Masa Depan (Future Orientation)
Langkah-langkah Perancangan IT Balance Scorecard 
              Menurut Purnomo (2002, p10) langkah-langkah membangun IT Balance Scorecard adalah:
·               Menyelaraskan Visi dan Misi ke Strategi TI
·               Membangun hubungan sebab akibat
·               Menentukan Obyektif dan ukuran strategis
·               Menentukan target dan inisiatif strategis